Penulis: Andrias Harefa
”Ambillah pekerjaan yang Anda cintai, dan Anda tidak akan (merasa) bekerja seumur hidup.”~ Harvey Mackay ~
”Sejumlah orang berhasrat besar untuk menjadi kaya raya agar bisa mengalami kebebasan finansial, tidak lagi harus bekerja untuk menafkahi hidup keluarganya. Mereka ingin berhenti bekerja, kalau mungkin pensiun dalam usia muda. Lalu, mengapa sejumlah orang yang sudah sangat kaya justru masih rajin bekerja keras?” tanya saya kepada sejumlah kawan.
”Mungkin karena mereka belum merasa cukup kaya,” kata Iin.
”Atau mereka menjadi semakin serakah,” jawab Toni.
”Yah sekadar mengisi waktu saja,” kata Herlina.
”Yang saya tahu kebanyakan orang kaya memang tetap bekerja keras,” ujar Didi.
”Boleh jadi mereka sudah kecanduan kerja, workhaholic,” jelas Diah.
”Karena hanya dunia kerja yang mereka kenal,” kata Rudy.
”Kerja itu kan bisa diniatkan untuk ibadah juga,” gagas Yuyun.
”Mungkin itu justru ciri khas orang kaya yang sesungguhnya,” ujar Lilik.
”Saya kira, kalau sudah kaya raya tapi tetap rajin bekerja keras, itu terkait dengan etos kerja mereka. Mereka merasa pekerjaannya sebagai rahmat, cocok dengan panggilan hidupnya, dan bekerja itu nikmat bagi mereka,” papar Dewi.
”Lagi pula kalau tidak bekerja, lalu ngapain?” kata Indra.
***
Seperti pengalaman Martin J. Grunder, Jr seorang pebisnis
Memilih untuk melakukan apa yang memang disukainya, itulah benang merah yang juga akan kita temukan ketika membaca riwayat hidup orang-orang super kaya dari industri dotcom, seperti Bill Gates, Larry Allison, Jeff Bezos, Steve Jobs, dan Michael Dell. Mereka mencintai apa yang mereka kerjakan, dan karena itu mereka mengerjakan dengan gegap gempita. Halangan dan hambatan justru menjadi pemicu gairah, menjadi tantangan yang mengundang untuk ditaklukkan. Antara ”bekerja” dengan ”bermain” menjadi sulit dibedakan. Namun, yang juga sangat penting adalah mereka bisa membuat pekerjaan yang disukainya itu mendatangkan keuntungan dan penghasilan yang luar biasa bagi dirinya.
Di Indonesia, kalau kita mau berbincang soal industri jamu, temuilah Irwan Hidayat yang mempopulerkan jargon ”Orang pintar minum tolak angin”. Dengan segera kita akan merasakan bahwa ia sangat mencintai dunia yang digelutinya itu. Dengan fasih ia akan menuturkan sejarah dunia perjamuan, tantangannya di masa lalu dan saat ini, serta sejumlah rencana yang ingin segera ia laksanakan. Atau, dengarkanlah apa yang sering kali dibicarakan oleh pebisnis sukses macam Jakob Oetama, pendiri dan pemimpin Kelompok Kompas Gramedia. Kita akan segera maklum mengapa ia gigih mempertahankan bisnis di seputar soal media cetak, toko buku, percetakan, penerbitan, televisi, perhotelan, dan sejumlah usaha lain yang menopang proses pelestarian dan pengembangan kebudayaan Indonesia. Dan, bila kita sempat mempelajari kiprah pebisnis bernama Djoenaidi Joesoef, pendiri dan pemilik kelompok bisnis Konimex, kita juga akan tahu bahwa ia mencintai bidang kefarmasian sejak masih sangat muda. Ia terlibat dalam sejumlah proses peracikan obat-obat yang kemudian menjadi sangat terkenal di negeri ini.
Demikianlah orang-orang kaya, terutama yang merupakan generasi pertama—pendiri dan sekaligus pemilik—meraih kemapanan secara keuangan karena menekuni bidang pekerjaan yang mereka cintai sungguh-sungguh. Awalnya ada yang merasa ”terpaksa”, atau sekadar ”kebetulan”, tetapi ada juga yang memilih dengan sadar dan sengaja. Apa pun awalnya tidaklah penting. Yang penting mereka berhasil menumbuhkan kecintaan terhadap pekerjaan dan bisnis yang ditekuninya. Dan rasa cinta yang besar membuat mereka tidak keberatan untuk selalu bangun pagi. Dengan senang hati mereka bekerja keras sepanjang hari selama bertahun-tahun (sebenarnya mereka tidak pernah merasa ”bekerja keras”, sebab yang dilakukan adalah apa yang memang ”disukai”). Dan dengan gembira pula mereka menuai buah-buah kerja kerasnya dalam bentuk pundi-pundi kekayaan yang luar biasa.
Jadi, mengapa orang-orang yang sudah sangat kaya raya masih saja suka bekerja keras? Karena, mereka mencintai pekerjaan mereka. Karena pekerjaan itu memberikan gairah hidup bagi dirinya. Karena, pekerjaan itu telah menjadi habitus, menjadi bagian dari nafas hidupnya. Karena, pekerjaan itu mereka anggap mulia. Karena, mereka tidak lagi bekerja untuk memperoleh uang, tetapi untuk memperoleh hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang (cinta, kemuliaan, kehormatan, dsb).
Oprah Winfrey, perempuan kulit hitam paling kaya dan paling berpengaruh itu, pernah berkata, ”Jika Anda telah menemukan pekerjaan yang bersedia Anda kerjakan sekalipun imbalannya tidak besar, maka Anda sudah berada di jalan menuju keberhasilan.” Demikiankah?[aha]
* Andrias Harefa adalah penulis 30 buku laris. Ia dapat dihubungi di: aharefa@cbn.net.id.
~ edit by DeJaya Collection ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk keterangan selengkapnya silahkan kirim email ke dewi.pujia@yahoo.co.id atau sms ke no. 021-995 75 669.