Selamat datang dan Selamat berbelanja di DeJaya Online Shop

ORANG PINTAR SULIT DAPAT KERJA

Ditulis oleh: Andrias Harefa

Orang pintar akan sulit mendapatkan pekerjaan. Itu kata guru bisnis saya Januar Darmawan. Dan ia bersungguh-sungguh. Ia tidak sedang bergurau. Ia membuat saya berpikir keras. Bagaimana mungkin orang yang pintar justru sulit mendapatkan pekerjaan? Bukankah perusahaan-perusahaan terkemuka selalu membuka lowongan bagi orang-orang pintar tersebut?

Sudah amat jelas bahwa ”orang pintar” yang dimaksudkan oleh guru bisnis saya itu tidak mengarah kepada kaum paranormal, apalagi dukun dan sebangsanya. Yang dimaksud adalah kaum terpelajar-cerdas dengan keahlian-keahlian khusus. Mereka adalah alumnus dari sekolah-sekolah terbaik di Indonesia atau di manca negara dengan gelar formal strata-2 (master) dan strata-3 (doktoral). Mereka menekuni bidang-bidang tertentu yang sangat terspesialisasi. Sebagian juga memperoleh spesialisasinya dengan mengambil program-program sertifikasi di bidang tertentu, entah yang berkaitan dengan teknologi informasi, finansial, neurosains, pengembangan sistem, penataan budaya organisasi, dan sebagainya. Kehadiran mereka dalam jumlah yang terus meningkat di Tanah Air, menimbulkan konsekuensi tertentu.

Umumnya, kaum terpelajar-cerdas ini sangat diperlukan oleh perusahaan untuk mengerjakan hal-hal yang spesifik. Misalnya, memperbaiki sistem informasi atau sistem administrasi, membantu standarisasi proses tertentu, membantu meredefinisi budaya organisasi, mengajarkan proses pengelolaan keuangan untuk mencapai kebebasan finansial, memberikan terapi untuk menata sikap dan perilaku buruk, dan sebagainya. Namun, mereka ini sebenarnya hanya diperlukan untuk periode waktu tertentu saja, umumnya dalam hitungan bulan. Setelah periode tersebut, keahlian mereka yang spesifik itu tidak dibutuhkan lagi.

Pada titik inilah fenomena munculnya para konsultan jenis baru di Indonesia bisa dijelaskan. Orang-orang terpelajar-cerdas ini tidak mudah untuk memperoleh pekerjaan tetap (full-time job) dalam sebuah perusahaan karena dua alasan, yakni: pertama, perusahaan tidak mampu membayar sesuai dengan kemauan mereka, karena perusahaan memang tidak membutuhkan mereka dalam rentang waktu yang panjang; kedua, mereka sendiri sulit memperoleh kepuasan profesional kalau hanya berkiprah di dalam satu perusahaan saja, karena mereka akan merasa terkurung dan kurang dihargai sebagaimana mestinya.

Oleh karena itu, orang-orang terpelajar-cerdas ini lebih baik mendirikan usaha sendiri, menjadi konsultan yang melayani berbagai perusahaan saja. Ini solusi yang menguntungkan kedua belah pihak.

Sebab dari sisi perusahaan, menggunakan jasa para konsultan ahli ini secara hitungan jangka panjang biayanya menjadi relatif murah. Jauh lebih murah dibanding mereka harus mempekerjakan tenaga ahli secara sepenuh waktu sebagai karyawan tetap bergaji tinggi. Ini menjadi bagian dari proses mengurangi biaya tetap dan meningkatkan laba perusahaan. Perusahaan juga tidak perlu memikirkan apakah konsultan ahli ini memiliki kultur dan nilai-nilai yang sejalan dengan perusahaan atau tidak, sebab yang dibeli oleh perusahaan adalah keahliannya. Keahliannya itu yang ingin diambil oleh sebagian karyawan perusahaan yang terkait dengan bidang tugas tertentu, agar perusahaan bisa berjalan sesuai dengan harapan pemilik dan manajemen puncak perusahaan.

Pada sisi lain, kaum terpelajar-cerdas yang dikontrak dalam jangka pendek ini dapat melayani klien yang lebih luas, sehingga baik secara finansial maupun secara kepuasan profesional, semuanya lebih besar. Mereka bisa memberikan kontribusi yang lebih besar kepada masyarakat karena tidak terbelenggu oleh satu organisasi tertentu.

Begitulah salah satu kecenderungan yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Kecenderungan ini sejalan dengan sejarah tenaga kerja di Eropa maupun di Amerika. Sebab pada tahun 2000 saja, jumlah tenaga kerja yang bekerja secara kontraktual di Eropa tercatat lebih dari 50% tenaga kerja, dan di Amerika lebih dari 43% tenaga kerja. Mereka ini adalah tenaga kerja dengan spesialisasi keahlian yang spesifik dan karenanya tidak mampu dipekerjakan oleh perusahaan formal yang selalu mencari cara untuk mengurangi biaya dan memaksimalkan keuntungan. Akibatnya, mereka mendirikan usaha konsultansi sendiri dan melayani klien yang beraneka ragam.

Jadi kecenderungan ini menunjang usaha-usaha perusahaan untuk reducing cost and maximizing profit<. Ini tidak mungkin bisa dihalang-halangi. Akan makin banyak orang terpelajar-cerdas yang sulit mencari pekerjaan tetap dan harus mendirikan perusahaannya sendiri.

Apakah semua orang pintar akan mendirikan usaha sendiri? Tidak juga. Sebagian lagi memilih untuk masuk ke pasar dunia. Mereka tidak lagi melihat Indonesia sebagai sebuah ”pembatas”, karena bagaimana pun teknologi informasi telah membuat dunia menjadi borderless, tanpa batas yang tegas. Sejumlah pilot Indonesia memilih bekerja di perusahaan penerbangan Thailand. Sejumlah insinyur hebat memilih Malaysia sebagai tempat berkarya. Dan sejumlah dosen yang mumpuni, mengajar di universitas-universitas terkemuka sekitar Asia Tenggara dan Australia.

Lalu, apa yang ”tersisa” di perusahaan-perusahaan saat ini? Apakah tidak ada karyawan terpelajar-cerdas yang masih menjadi orang gajian?

Tampaknya masih ada dua kelompok besar yang bertahan menjadi karyawan di perusahaan-perusahaan kita. Kelompok pertama adalah mereka yang memiliki kecerdasan rata-rata saja. Meski pun mereka lulus dengan indek prestasi komulatif di atas 2,75, kecerdasan mereka tidak nampak dalam dunia kerja. Mereka hanya senang disuruh dan diperintah. Mereka tidak menunjukkan proaktivitas yang memadai untuk memperkembangkan diri lewat proses belajar berkelanjutan dari situasi-situasi kehidupan kerja sesehari. Inilah kelompok karyawan mayoritas yang jumlah populasinya mungkin 80% dari total karyawan.

Kelompok kedua adalah sarjana-sarjana cerdas-berbakat yang hanya menggunakan sebagian saja dari kecerdasannya dalam bekerja. Pada satu sisi mereka tidak memiliki pemimpin visioner yang mau mempercayai dan memberdayakan mereka untuk mengerjakan tugas-tugas yang lebih menantang, seperti merintis unit bisnis yang diperkirakan cocok dengan potensinya (dengan risiko gagalnya, tentu). Dan pada sisi lain mereka sendiri tidak menumbuhkan keberanian yang cukup untuk keluar dari zona kenyamanannya, sehingga bersedia menerima imbalan finansial yang lebih kecil asal ”pasti”. Mereka mengorbankan kecerdasan dan bakat mereka untuk kenyamanan semu yang memabukkan.

Benarkah demikian? Bagaimana pendapat Anda?

* ANDRIAS HAREFA adalah seorang trainer dan penulis 30 buku laris.



***

~ edit by DeJaya Collection ~

BELAJARLAH UNTUK SELAMANYA

Ditulis oleh: Andrew Ho

“Learning is like rowing against the current, as soon as you stop, you are swept back. – Belajar layaknya berenang melawan arus. Bila Anda berhenti seketika itu pula Anda akan terdorong ke belakang.” ~ Confucius ~

Ungkapan Confucius menegaskan agar kita tidak berhenti belajar. Seseorang yang berpotensi besar mempunyai masa depan cerah di era globalisasi modern ini adalah mereka yang menguasai ilmu pengetahuan. Hanya dengan belajar atau selalu memperbanyak bendahara ilmu pengetahuan maka proses pertumbuhan dalam kehidupan kita dapat terus berlangsung. “Meski miskin seorang yang berilmu akan tetap berharga,” demikian tandas Iukuzawa Yukichi (1835-1901) yang hidup di zaman Sakoku (Isolasi). Untuk itu coba kita perhatikan beberapa langkah agar semangat dan kemauan belajar kita terus berkobar.

Yang pertama adalah menanamkan dalam pikiran kita bahwa ilmu pengetahuan itu sangat penting berapapun usia dan bagaimanapun keadaan kita. Seiring dengan perubahan sebagai hasil dari inovasi tehnologi, maka masalah juga akan terus berkembang. Karena itulah kita perlu belajar untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan agar dapat mengatasi persoalan-persoalan yang terus berkembang tersebut dengan lebih baik.

Dari sebuah berita di media cetak saya membaca kisah tentang seorang tokoh lansia bernama Plaut. Meskipun sudah berusia 88 tahun tetapi ia tidak kehilangan semangat untuk belajar teologi, sejarah dan bahasa Perancis di Universitas Toronto. Selama 12 tahun menempuh pendidikan, ia dinyatakan lulus pada tanggal 11 Juni 1990, di usianya yang ke 100 tahun. Saat diwisuda, ia dinyatakan sebagai alumni berusia tertua.

Dari sebuah media elektronik nasional diberitakan tentang Mansur yang mengikuti ujian kesetaraan paket B pada tanggal 26 Juni hingga 28 Juni 2007. Dengan kendaraan pinjaman tetangga, Mansur, ayah dua anak itu, bersama rekan yang lain berangkat ke pusat belajar-mengajar Bintang Terang Jagakarsa, Jakarta Selatan. Mansur dan 238 peserta ujian lainnya bertekad untuk mengubah hidup.

Berita lain juga menyebutkan tentang para narapidana yang masih bersemangat menuntut ilmu. Di Lembaga Pemasyarakatan Parepare, Sulawesi Selatan, terdapat 38 narapidana baru-baru ini mengikuti ujian paket A atau setara sekolah dasar. Belasan penghuni LP Sukabumi, Jawa Barat juga serius saat mengikuti ujian paket A. Di Lapas Muara Padang, Sumatara Barat terdapat sekitar 28 napi mengikuti ujian paket B atau setara sekolah menengah pertama. Bagi mereka, tidak ada kata terlambat untuk belajar.

Semangat mereka masih tinggi untuk terus belajar, karena mereka merasa perlu untuk meningkatkan ilmu pengetahuan. Semangat untuk belajar juga dapat terus kita pupuk bila kita memiliki kerendahan hati. Contohnya Confucious pada 2.500 tahun yang lalu menyatakan, “Di antara 3 orang berkumpul pasti ada seorang yang bisa menjadi guruku.” Dunia sudah mengakui dirinya sebagai seorang filosof yang jenius, tetapi ungkapan tersebut menunjukkan kerendahan hatinya yang masih merasa perlu untuk terus belajar.

Sementara itu, kesediaan belajar tanpa tujuan yang jelas justru menyia-nyiakan waktu dan mengurangi antusiasme belajar. Karenanya tetapkan fokus untuk mempelajari bidang tertentu dalam rentang waktu tertentu pula. Misalnya jika tahun ini Anda ingin mendalami ilmu pengetahuan tentang kepemimpinan, maka Anda akan berusaha mencari sumber informasi tentang segala hal yang berkaitan dengan ilmu kepemimpinan entah melalui internet, buku, seminar dan lain sebagainya.

Dengan demikian, Anda akan mengetahui banyak hal secara mendalam tentang materi yang sedang Anda pelajari. Semakin banyak yang Anda ketahui akan membuat Anda termotivasi untuk menggali informasi lebih dalam lagi. Sebagaimana sebuah pepatah bijak menyebutkan, “The more you know, the less you get. – Semakin Anda mengetahui, maka Anda semakin merasa tidak mengerti.”

Selanjutnya miliki sikap konsisten dengan apa yang sudah dipelajari. Sebuah ilmu pengetahuan sebaik apapun hanya akan menjadi wacana yang sia-sia dan tidak berpengaruh terhadap semangat belajar jika tidak kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jim Rohn mengemukakan tentang pentingnya menerapkan ilmu pengetahuan yang kita ketahui.

“We must learn to apply all that we know so that we can attract all that we want. – Kita harus belajar untuk menerapkan apa yang kita ketahui, sehingga kita dapat menarik segala sesuatu yang kita inginkan,” ungkapnya.

Demikian pula kata Confucius, “The essence of knowledge is, having it, to apply it; not having it, to confess your ignorance. – Nilai ilmu pengetahuan adalah dengan memiliki dan menerapkannya, bukan sekedar memilikinya untuk memenuhi ketidaktahuan saja.”

Kita akan mencapai kemajuan pesat di segala bidang bila kita konsisten menerapkan ilmu pengetahuan yang kita miliki. Ilmu pengetahuan tentang mode, politik, keagamaan, tehnik, dan lain sebagainya tak hanya menjadi wacana di pusat-pusat pendidikan. Dengan melaksanakan semua ilmu pengetahuan yang kita miliki kedalam kehidupan sehari-hari, maka semangat belajar kita akan terus meningkat.

Selain cara-cara yang saya uraikan di atas, sebenarnya masih banyak cara lain yang dapat kita tempuh untuk menjaga semangat belajar kita. Yang terpenting adalah tetap mengupayakan belajar kapanpun dan bagaimanapun kondisi kita agar ilmu pengetahuan atau wawasan dan kualitas berpikir kita senantiasa lebih baik. Dengan demikian, kita tak hanya mampu melakukan tindakan-tindakan yang relevan dengan perubahan yang terus terjadi tetapi juga mampu menjangkau cita-cita tertinggi.[aho]

* Andrew Ho adalah seorang pengusaha, motivator dan penulis buku-buku bestseller. Kunjungi websitenya di : www.andrewho-uol.com.

***

~ edit by DeJaya Collection ~

Menempatkan Prioritas

Ditulis oleh: Andrew Ho

“Many people fail in life, not for lack of ability or brains or even courage but simply because they have never organized their energies around a goal. – Banyak orang mengalami kegagalan, bukan karena tidak mempunyai kemampuan maupun kecerdasan atau bahkan keberanian, tetapi karena mereka tidak dapat mengorganisir energi mereka hanya untuk mewujudkan tujuan yang ingin mereka capai.” ~ Elbert Hubbard ~

Seorang profesor memasuki ruang kuliah sambil membawa ember transparan berukuran sedang, batu-batu besar, kerikil, pasir dan air. Kemudian profesor mata kuliah filosofi itu memasukkan batu-batu besar ke dalam ember, satu per satu hingga ember itu penuh oleh batu-batu berukuran besar. Semua mahasiswa heran dan memperhatikan dengan seksama.

Kemudian sang profesor mengajukan satu pertanyaan. “Apakah ember ini sudah tidak dapat diisi lagi?” tanya profesor memecah keheningan. Para mahasiswa serentak menjawab, “Ya. Masih bisa,” meskipun mereka melihat ember itu sudah penuh. Profesor itu tersenyum, lalu menuangkan kerikil ke dalam ember itu hingga tak tersisa satu kerikilpun di luar.

“Apakah kalian kira ember ini sudah tidak dapat diisi lagi?” tanya profesor. Para mahasiswa agak bingung. Mereka ragu-ragu. Suara mereka mulai terpecah. Sebagian mengatakan, “Tidak. Ember sudah penuh!” Sementara yang lain mengatakan, “Masih bisa.”

Jawaban mana yang benar akan terbukti setelah sang profesor menuangkan pasir. Ternyata seluruh pasir dapat masuk ke dalam ember itu, mengisi sela-sela batu besar dan kerikil. Profesor itu terus menuangkan pasir hingga ember itu terlihat penuh sesak oleh batu, kerikil dan pasir.

Para mahasiswa sudah dapat memastikan bahwa ember itu tidak akan dapat diisi lagi. Maka ketika profesor bertanya, “Apakah masih bisa diisi lagi?” Dengan kompak seluruh mahasiswa menjawab, “Tidak bisa.” Setelah mendengar jawaban para mahasiswanya, profesor itu menuangkan air ke dalam ember hingga tak tersisa. Terbukti sudah bahwa jawaban para mahasiswa tidak tepat, karena ternyata ember itu masih bisa diisi dengan air.

Nilai filosofis yang ingin disampaikan oleh profesor itu adalah manusia harus pandai menempatkan prioritas. Tempatkan impian-impian yang besar sebagai prioritas utama (yang diibaratkan sebagai batu-batu besar). Jangan sibuk mencari dan menempatkan hal-hal yang kecil (yang diibaratkan oleh kerikil, pasir dan air) terlebih dahulu, karena menyebabkan kita tidak bisa mendapatkan impian yang besar atau utama.

Kenyataan yang kita hadapi sehari-hari memang semua pekerjaan mengklaim sebagai prioritas penting dan meminta perhatian ekstra. Padahal dalam satu waktu kita dapat mengerjakan satu prioritas saja, tidak bisa semuanya. Menempatkan prioritas dengan tepat memang sangat sulit, meskipun setiap hari kita sudah sangat sibuk bekerja. Sehingga memerlukan kecermatan untuk dapat memanajemen prioritas yang sangat banyak.

Sebagaimana kita merasakan bahwa faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan kita adalah faktor kesehatan, keluarga, keuangan, kemampuan, hubungan sosial, pekerjaan dan keimanan. Bila kita bingung untuk memulai mengerjakan prioritas yang mana, maka sebaiknya prioritaskan dulu kepada hal-hal yang berkenaan dengan faktor-faktor tersebut. Prioritaskan masing-masing faktor tersebut dalam kadar yang sama. Sebab bila kita mengabaikan salah satu diantaranya, maka jalan kita menuju kesuksesan mungkin sedikit terhambat.

Misalnya saja Anda memberikan kadar prioritas yang lebih besar terhadap pekerjaan, melebihi kadar prioritas terhadap kesehatan, keimanan, keluarga, hubungan sosial, dan lain sebagainya. Mungkin kehidupan keluarga, hubungan sosial, spiritual, dan kesehatan akan menjadi korbannya. Atau mungkin jika Anda kurang memprioritas diri pada kondisi keuangan, maka kondisi prospek usaha Anda juga akan mengalami degradasi.

Bila memang kita benar-benar harus memilih mana yang harus diprioritaskan, maka sebaiknya prioritaskan pada kondisi spiritual dan kesehatan diri sendiri terlebih dahulu. Bila kondisi kesehatan dan keimanan kita prima, barulah kita dapat mengerjakan prioritas yang lain. Karena dengan kondisi kesehatan dan keimanan yang memadai akan menunjang upaya kita dalam menangani prioritas-prioritas yang lain dengan lebih baik.

Langkah selanjutnya adalah menuliskan prioritas yang akan kita kerjakan setiap hari. Sebagaimana sebuah pepatah bijak menjelaskan, “An unfailing success plan: At each day’s end, write down the six most important things to do tomorrow; number them in order of importance, and then do them. – Perencanaan Pencapaian Kesuksesan: Setiap malam, tuliskan sedikitnya 6 hal penting untuk dikerjakan besok; urutkan berdasarkan seberapa penting mereka, dan laksanakan semua rencana itu.”

Berikutnya bersikaplah konsisten untuk menyelesaikan prioritas yang terpenting dan tetapkan batas waktu, meskipun mungkin akan terasa kurang menyenangkan. Bersikap konsisten dalam mengerjakan prioritas yang terpenting menjadikan kita semakin mengenal dunia dan tempat dimana kita berada dan mendapatkan pengalaman baru yang lebih menyenangkan. “Manusia yang paling pandai adalah yang benar-benar mengerti akan hidup dimana ia ditempatkan,” kata Hellen Keller. Sehingga bersikap konsisten merupakan sinergi yang mempercepat dan menghemat waktu dalam menyelesaikan prioritas-prioritas yang lain.

Langkah-langkah tersebut sebenarnya sangat sederhana, tetapi efektif digunakan untuk menyelesaikan prioritas-prioritas yang sangat banyak. Bila kita benar-benar dapat melaksanakan langkah-langkah tersebut, maka kita akan dapat menyelesaikan lusinan top prioritas tanpa kerja yang terlalu panjang, stres dengan jadwal yang padat, ataupun panik. Sebaliknya, Anda bahkan akan mempunyai banyak waktu untuk minum bir.

* Andrew Ho adalah penulis buku best seller, pengusaha, dan motivator.


***

~ edit by DeJaya Collection ~

Prinsip Pelikan

Ditulis oleh: Andrew Ho

“Thus, races arose from an original coding which God pulled out as needed for adaptation to the environment.” ~ Walter Lang ~

Kutipan dari Walter Lang menyatakan bahwa peradaban umat manusia di dunia ini mengalami perkembangan karena senantiasa beradaptasi terhadap lingkungan. Kalimatnya itu menegaskan bahwa pencapaian perkembangan kehidupan kita saat ini pun tidak lepas dari proses yang menuntut kita untuk mengadaptasikan diri. Fenomena yang pernah terjadi pada burung-burung pelikan di pantai Monterey, California berikut ini telah menginspirasi saya untuk menjelaskan beberapa hal penting untuk meningkatkan daya adaptasi kita. Oleh sebab itu saya menyebutnya prinsip Pelikan.

Pantai Pelikan di California Amerika Serikat memang terkenal karena ciri khas burung pelikan yang hidup bebas di sekitar pantai tersebut. Burung-burung pelikan liar itu selalu mendapatkan makanan ikan segar berlimpah dari para nelayan ikan tuna. Mereka berkembang biak dan hidup damai di pantai tersebut.

Tetapi sejak pemerintah memberlakukan undang-undang yang melarang para nelayan menangkap ikan tuna di tempat itu, banyak sekali burung pelikan mati kelaparan. Para ilmuwan berusaha mengatasi persoalan itu dengan berbagai cara, tetapi tidak segera membuahkan hasil. Mereka khawatir burung-burung tersebut akan punah.

Kemudian mereka berinisiatif mendatangkan burung pelikan pesaing dari Florida. Para ilmuwan berharap akan terjadi pembauran dan perkawinan antara burung pelikan Monterey dan Florida, yang menghasilkan bibit pelikan-pelikan yang tangguh dan pandai mencari ikan sendiri. Tetapi dalam waktu singkat dan belum sempat terjadi perkawinan, burung pelikan Monterey sudah mampu berburu ikan sendiri. Kemajuan itu benar-benar menakjubkan.

Burung pelikan yang sudah terbiasa mendapatkan makanan dengan mudah dari para nelayan, tanpa perlu berusaha keras mencari ikan sendiri, cenderung tidak memiliki kekuatan untuk bertahan ketika situasi sudah mengarah pada krisis makanan. Mereka menghadapi kesulitan besar tatkala terjadi sedikit saja perubahan keadaan. Kesulitan yang mereka hadapi dikarenakan mereka sama sekali tidak memiliki kemampuan beradaptasi.

Kata adaptasi mengacu pada penyesuaian hidup terhadap lingkungan yang terus berubah atau tidak pernah abadi. Secara teoritis seluruh mahluk hidup di dunia ini bersifat adaptif. Sementara kemampuan manusia beradaptasi terhadap bermacam musim maupun keadaan, menurut Henry David Thoreou, melebihi kemampuan mahluk lain di dunia ini. “Man is an animal who more than any other can adapt himself to all climates and circumstances,” katanya.

Manusia yang mampu mengoptimalkan daya adaptasinya terhadap situasi yang terus berubah adalah mereka yang telah mengalami kemajuan konstruktif, misalnya menjadi lebih sukses, lebih pintar, lebih bijaksana, lebih religius dan lain sebagainya. Kualitas diri yang lebih baik cenderung mampu menyiasati tantangan perubahan menjadi suatu peluang yang menguntungkan. Belajar merupakan kunci mewujudkan hal itu.

Berbenah diri sedikit, tetapi dilakukan secara berkesinambungan, lebih mudah meningkatkan kemampuan kita beradaptasi. Kemampuan beradaptasi terhadap tuntutan perubahan akan mendekatkan diri kita terhadap keberhasilan. Karena kesempatan besar akan selalu di depan mata, apabila kita selalu mengembangkan pengetahuan atau keahlian khusus.

Ingatlah perkataan Jose Ortega Gasset, “We distinguish the excellent man from the common man by saying that the former is the one who makes great demands on himself, and the latter who makes no demands on himself. – Kami membedakan orang yang berkualitas dengan orang yang biasa-biasa saja. Orang-orang yang berkualitas akan senantiasa meningkatkan kualitasnya sehingga ia semakin disukai, sedangkan orang yang tidak berkualitas sama sekali tidak melakukan hal itu.”

Kalaupun obyek yang kita pelajari kecil, tetapi akan besar artinya bila digabungkan dengan proses pengalaman belajar itu sendiri. Edmund Vance Cooke menyatakan bahwa semangat untuk mencoba bukan hanya untuk mencapai tujuan itu sendiri, melainkan memperoleh pelatihan dari proses pencapaian itu. “Perhaps the reward of the spirit who tries is not the goal but the exercise, katanya

Sementara bila kita memiliki tujuan jangka pendek maupun jangka panjang yang jelas, maka daya adaptasi kita akan lebih optimal. “All of us perform better and more willingly when we know why we're doing what we have been told or asked to do. – Kita semua menjadi lebih baik dan lebih bersemangat, ketika kita mengerti mengapa kita melakukan hal itu, ” terang Zig Ziglar.

Suatu tujuan yang jelas juga akan membantu kita mengindentifikasi elemen-elemen yang spesifik dari obyek. Terlebih bila standar obyek sudah benar-benar dapat kita mengerti, maka proses adaptasi akan lebih mudah kita jalani. Misalnya Anda ingin menjadi pebisnis jaringan yang handal, maka setidaknya Anda harus mengerti apa sebenarnya elemen prinsip bisnis jaringan. Jika Anda sudah cukup memahami elemen-elemen tersebut, maka Anda akan dengan mudah menyesuaikan diri agar menjadi seorang pebisnis jaringan yang berhasil.

Kemampuan beradaptasi memang sangat penting. Kemampuan tersebut akan meningkat dengan memupuk rasa kasih sayang dalam hati dan pikiran kita. Kalimat-kalimat dan sikap yang dihiasai dengan kasih sayang akan sangat memudahkan kita beradaptasi dengan lingkungan sosial. Tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan sosial yang luas dan berkualitas adalah pertanda semakin besar peluang tercapainya keberhasilan.

Tetapi sebelum memperluas hubungan sosial, berhati-hatilah dalam memilih komunitas. Pilihlah komunitas yang terbaik sebagai obyek adaptasi, yaitu komunitas yang dipenuhi oleh orang-orang yang berpikiran positif, pekerja keras, dan optimis, penuh vitalitas dan semangat, dan lain-sebagainya yang serba positif. Boleh jadi mereka itulah orang-orang yang memacu diri kita untuk melakukan tindakan-tindakan yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan.

Keberhasilan saya inipun tidak lepas dari proses yang pernah saya alami. Sepanjang proses itulah saya banyak belajar agar mudah mengadaptasikan diri terhadap tuntutan-tuntutan perubahan. Kemampuan beradaptasi memang merupakan ujung tombak dari pencapaian kemajuan atau keberhasilan. Sayapun yakin akan selalu ada keajaiban bila ada semangat yang tinggi untuk terus mengadaptasikan diri terhadap perubahan.

* Andrew Ho adalah penulis buku best seller, pengusaha, dan motivator.

***

~ edit by DeJaya Collection ~

KRITERIA ORANG TERKAYA

Ditulis oleh: Andrias Harefa

Belum lama ini saya menemukan sebuah fakta menarik di sekolah kehidupan Indonesia. Faktanya mengatakan bahwa orang-orang yang paling kaya di negeri ini ternyata bukanlah mereka yang suka berbicara tentang cara-cara cepat menjadi kaya. Dan mereka yang sering beriklan di media massa menawarkan gagasan-gagasan brilian untuk menjadi kaya, ternyata tidak satu pun yang termasuk dalam daftar 150 orang terkaya di Indonesia.


Fakta ini diumumkan oleh Executive Chairman of Globe Asia Rizal Ramli, dan sebagian dilaporkan oleh Harian Kompas, 31 Juli 2007, halaman 17. Isinya tentang 150 orang terkaya di Indonesia, dan kekayaan pejabat publik, pengusaha yang jadi pejabat publik, di luar daftar 150 orang terkaya.

Dalam daftar pengusaha yang jadi pejabat publik, dua nama teratas adalah Fadel Muhammad, Gubernur Gorontalo, dengan kekayaan 16,6 juta dollar AS, disusul Fahmi Idris, Menteri Perindustrian saat ini. Sementara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki kekayaan 516.000 dollar AS atau Rp 4,6 miliar per tahun 2004.

Salinan daftar yang dimuat Kompas adalah sebagai berikut:

Daftar 10 Orang Terkaya di Indonesia

Posisi „Æ Nama „Æ Umur „Æ Perusahaan „Æ Kekayaan
1.Budi Hartono, 66 tahun, Djarum, Rp 37,8 triliun
2. Rachman Halim, 60 tahun, Gudang Garam, Rp 31,5 triliun
3. Eka Tjipta Widjaja, 84 tahun, Sinar Mas, Rp 27,9 triliun
4. Sudono Salim, 92 tahun, Salim Group, Rp 25,2 triliun
5. Putera Sampoerna, 59 tahun, Sampoerna, Rp 19,8 triliun
6. Sukanto Tanoto, 57 tahun, Raja Garuda Group, Rp 11,7 triliun
7. Eddy William Katuari, 56 tahun, Wings Group, Rp 9,90 triliun
8. Aburizal Bakrie, 60 tahun, Bakrie Group, Rp 9,45 triliun
9. Arifin Panigoro, 62 tahun, Medco Energy, Rp 8,10 triliun
10. Hary Tanoesoedibjo, 42 tahun, Global MediaCom, Rp 7,70 triliun

Nama-nama lain yang disebutkan dalam Daftar 150

Sultan Hamengku Buwono, Rp 1,20 triliun
M. Jusuf Kalla, Rp 1,10 triliun
Chaerul Tanjung, 45 tahun, Para Group
Rachmat Gobel, 45 tahun, Gobel International
Sandiaga Uno, 38 tahun, Saratoga Capital
Benjamin Jiaravanon, 36 tahun, CP Indonesia

Memikirkan nama-nama orang terkaya yang muncul dalam daftar di atas, dikaitkan dengan maraknya seminar-seminar tentang ilmu menjadi kaya di Indonesia satu dekade terakhir, saya mencoba menarik sejumlah pelajaran untuk diri sendiri.

Pertama, jalur menuju daftar orang terkaya agaknya memang dunia usaha, dunia bisnis, dunia perdagangan dalam arti luas. Para pejabat publik yang kaya raya pun kita temukan adalah mereka yang datang dari dunia usaha, bukan pegawai negeri yang merintis karier dari bawah, bukan pula kaum profesional dengan keahlian spesifik di bidang tertentu di luar dunia usaha. Dengan demikian, jika menjadi kaya adalah tujuan yang dianggap paling bermakna dalam hidup, maka pilihan untuk berkiprah dalam dunia usaha adalah pilihan yang masuk akal.

Kedua, orang-orang yang mengajarkan tentang ilmu menjadi kaya, ternyata tidak datang dari kelompok yang paling kaya. Mereka datang dari kelompok yang sedang berusaha menjadi lebih kaya, dari kelas menengah yang memiliki ambisi luar biasa. Mungkin ini juga bisa diartikan bahwa orang tidak bisa menjadi sungguh-sungguh kaya dengan mengandalkan keterampilan berbicara saja. ¡§Bisnis bicara¡¨ tidak membuat orang menjadi yang terkaya di negaranya. Bahkan ¡§bisnis bicara¡¨ oleh sebagian kalangan tidak dianggap bisnis dalam arti sesungguhnya. Hanya jika ¡§bisnis bicara¡¨ dilengkapi dan dilanjutkan dengan kegiatan usaha dalam skala industri atau konglomerasi tertentu (tembakau, consumer goods, properti, pertanian, pertambangan, media, dsb), maka posisi terkaya dimungkinkan untuk diraih.

Ketiga, kelompok masyarakat yang masuk dalam daftar orang terkaya tidak suka berbicara tentang cara-cara cepat menjadi kaya. Sebagian malah kita dapatkan sebagai orang-orang yang tidak fasih berbicara, atau setidaknya suka menghindari kesempatan untuk berbicara di muka umum. Dalam arti tertentu mereka mungkin memang menganggap kemampuan berbicara tidak relevan dengan ambisi mereka untuk berhasil dalam usaha yang ditekuninya. Bahkan ada yang menduga orang-orang kaya tak banyak berbicara untuk publisitas karena publisitas sering membuat mereka mendapatkan masalah. Karena itu, mereka lebih suka membayar pihak tertentu, kaum profesional, untuk berbicara untuk dan atas nama mereka.

Keempat, soal pencitraan dalam masyarakat. Sungguh menarik bahwa mereka yang masuk dalam daftar orang terkaya itu bukanlah orang-orang yang dicitrakan kaya raya oleh media massa. Sebagian malah berusaha untuk tidak dikenal sebagai orang kaya raya, dengan alasannya masing-masing. Sementara orang-orang tertentu yang rajin berbicara soal ilmu menjadi kaya, justru terkesan berupaya keras mencitrakan diri mereka sebagai orang yang sungguh-sungguh kaya dalam pandangan masyarakat. Yang terakhir ini memanfaatkan publisitas media massa untuk membangun citra tersebut. Dan dengan citra semacam itulah mereka menarik keuntungan untuk memperkaya dirinya.

Empat pelajaran di atas membuat saya teringat pada pemikiran Stephen Covey mengenai character ethics dan personality ethics. Menurut Covey, sejak Amerika menyatakan kemerdekaannya di tahun 1776, ajaran-ajaran yang berkembang dalam masyarakat utamanya bertumpu pada pentingnya pengembangan karakter (kerja keras, antusias, tulus, rendah hati, tekun, dsb) untuk meraih sukses. Hal ini berjalan sampai 150 tahun. Lalu, di pertengahan tahun 1920-an, dan hampir bersamaan dengan terjadinya masa depresi besar, berkembanglah ajaran-ajaran yang mengutamakan teknik-teknik human relations dan public relations, serta positive mental attitude. Pada masa itulah soal-soal pencitraan, yakni personality ethics, menjadi lebih didahulukan ketimbang karakter yang sesungguhnya. Ajaran-ajaran mengenai ilmu menjadi kaya dalam waktu cepat tumbuh menjamur, menjadi semacam ¡§hiburan¡¨ atau ¡§candu¡¨ bagi masyarakat yang didera penderitaan karena kemiskinan di mana-mana.

Saya jadi bertanya-tanya pada diri sendiri, apakah Indonesia sedang berada pada era seperti Amerika tahun 1920-an itu?

Bagaimana pendapat Anda?[aha]

* Andrias Harefa adalah penulis 30 buku terlaris dan pendiri Pembelajar.com. Ia dapat dihubungi di: aharefa@cbn.net.id.


***

~ edit by DeJaya Collection ~

PEKERJAAN ORANG KAYA

Ditulis oles: Andrias Harefa

”Pilihlah pekerjaan yang Anda cintai, dan percayalah bahwa uang akan datang.” ~ Pandir Karya ~

”Pekerjaan seperti apa yang menarik hati orang kaya?” tanya saya kepada sejumlah kawan.
”Mana aku tahu,” kata Iin.
”Saya rasa mereka memilih bidang yang dikuasainya,” jawab Toni.
”Umumnya mereka memilih untuk menjadi entrepreneur,” kata Herlina.
”Jadi kontraktor akan lebih cepat kaya,” ujar Didi.
”Di lingkunganku hampir semua orang kaya adalah pedagang,” jelas Diah.
”Pemilik usaha waralaba terkemuka,” kata Rudy.
”Investor yang memutar uangnya di pasar saham,” gagas Yuyun.
”Pekerjaan yang sederhana tapi untungnya luar biasa,” ujar Lilik.
”Mereka cenderung bekerja sendiri, entah sebagai pemilik bisnis atau profesional yang mandiri seperti dokter, pengacara, atau akuntan,” papar Dewi.
”Pekerjaan yang mendatangkan banyak uang,” kata Indra.

***

Apakah jenis pekerjaan yang dipilih oleh orang-orang kaya? Apakah ada pekerjaan tertentu yang kalau ditekuni akan membuat kita pasti menjadi kaya raya? Seberapa besar pengaruh pilihan jenis pekerjaan dalam membawa seseorang menjadi orang kaya? Apakah karyawan juga benar-benar bisa kaya seperti digembar-gemborkan sejumlah penulis di Indonesia akhir-akhir ini?

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu membuat saya kembali teringat kepada Handi Irawan. Pendiri sekaligus pemilik Frontier Consulting Group ini pernah menyebutkan bahwa dari 200.000 orang kaya Indonesia yang memiliki dana likuid di perbankan sejumlah Rp 1 miliar ke atas, 50-55 persen di antaranya adalah kaum pedagang. Sebagian lagi datang dari kaum profesional seperti pengacara, dokter, dan konsultan papan atas (8-10 persen), manajemen atau eksekutif puncak perusahaan papan atas (9-10 persen), pemilik bisnis jasa (5-7 persen), pemilik korporat raksasa, importir/eksportir raksasa, dan investor kelas kakap, dan lain-lain. Dengan kata lain, saluran terbesar yang membawa orang pada kekayaan finansial adalah menjadi pedagang dan pemilik bisnis.

Namun, sebaiknya kita tidak terburu-buru berpikir bahwa untuk menjadi kaya, cara yang terbaik adalah menjadi pedagang dan pemilik bisnis. Sebab bagaimanapun juga, dengan pikiran yang tenang kita akan menyaksikan bahwa di negeri ini ada lebih banyak pedagang dan pemilik bisnis (kecil-menengah) yang tidak kaya ketimbang yang sungguh-sungguh kaya. Karena itu kampanye provokatif dengan slogan seperti ”Kalau mau kaya jangan lama-lama jadi karyawan” harus disikapi dengan kepala dingin. Paling tidak perlu diingat bahwa jika data yang disebut Handi Irawan akurat, maka sekitar satu dari sepuluh orang kaya di indonesia berstatus resmi sebagai karyawan (baca: manajer-eksekutif).

Dalam buku The Milionaire Mind, yang memuat studi yang mendalam mengenai sosok, sepak terjang, gaya hidup, dan segala sesuatu mengenai orang-orang kaya di Amerika Serikat, Thomas J. Stanley menulis: ”Kategori pemilik bisnis adalah kelompok paling besar dalam populasi milyarder, tetapi sebagian besar pemilik bisnis di Amerika bukan milyarder, dan mereka juga tidak akan menjadi milyarder sepanjang hidupnya. Sudah jelas, memiliki bisnis bukan jaminan absolut untuk menjadi kaya, tetapi pemilik bisnis dapat cukup memperbesar kemungkinan menjadi milyarder dengan pemilihan bisnis yang hati-hati” (cetak miring penulis).

Jika dengan studi dan wawancara mendalam selama hampir 30 tahun, peneliti sekaliber Profesor Stanley saja tidak bisa menunjukkan jenis pekerjaan yang pasti membawa seseorang kepada kekayaan, maka mungkin persoalannya memang bukan pada pilihan jenis pekerjaannya. Bagi Stanley, kisah sukses para orang kaya Amerika hanya menunjukkan sesuatu yang umumnya saja, yakni bahwa mereka—orang-orang kaya itu—memilih pekerjaan dan bisnis yang mereka cintai habis-habisan. Rasa cinta yang mendalam atas karier atau bisnis yang mereka tekuni itu terutama disebabkan karena karier atau bisnis tersebut memungkinkan aktualisasi potensi diri atau bakat-bakat terbaik mereka secara sepenuhnya. Juga karena mereka merasa bahwa karier atau bisnis yang mereka pilih itu memberikan penghargaan yang tinggi kepada dirinya, serta berkaitan dengan impian-impian yang sudah lama mereka angankan (baca: impian masa kecil).

Faktor-faktor lain yang sangat diperhatikan oleh orang-orang yang menjadi kaya itu adalah peluang untuk menjadi mandiri dan benar-benar mapan secara finansial, potensi keuntungan yang besar atau penghasilan yang tinggi agar bisa mengakumulasi harta, dan kebutuhan untuk menjadi bos bagi diri sendiri (baca: tidak menjadi bawahan langsung dari pihak mana pun).

Jadi, jika kita telah menetapkan hati untuk mau mengejar kekayaan, maka ada baiknya kita memilih karier atau memulai sebuah bisnis yang memenuhi sejumlah kriteria berikut:

• sesuai dengan bakat-bakat dan potensi terbaik diri kita;
• memberikan penghargaan yang tinggi kepada diri kita;
• berkaitan dengan cita-cita masa kecil yang sungguh-sungguh kita inginkan;
• memberi peluang untuk kita menjadi mapan secara keuangan;
• memberikan potensi keuntungan atau penghasilan yang besar;
• memungkinkan kita untuk bekerja tanpa banyak diperintah orang lain; dan
• merupakan bidang kerja atau bisnis yang bisa kita cintai habis-habisan.

Apakah tandanya bahwa bidang pekerjaan atau bisnis itu kita cintai habis-habisan? Jimmy Carter, Presiden Samerika Serikat ke-39, pernah mengatakan bahwa, ”Jika Anda harus melakukan sebuah pekerjaan atau tugas dan Anda benar-benar tertarik untuk melakukannya, merasa bersemangat dan tertantang olehnya, maka Anda akan mencurahkan energi Anda secara maksimum. Dalam semangat semacam itu semua susah payah menjadi tidak terasa dan kegembiraan yang muncul ketika Anda membayangkan yang Anda harapkan akan tercapai, akan menghapus semua rasa cemas.” (Perhatikan kata-kata yang saya beri cetak miring). Pekerjaan atau bisnis yang bisa membuat kita merasakan semua kata yang dicetak miring, pastilah merupakan sesuatu yang kita cintai.

Atau cara lain untuk mengetahuinya adalah dengan mengajukan pertanyaan reflektif seperti: Apakah saya bersedia bangun lebih pagi selama 10 tahun ke depan untuk mengerjakan hal ini? Apakah saya bersedia menderita untuk sementara waktu, agar usaha ini berkembang lebih baik? Apakah saya menikmati saat-saat mengerjakan pekerjaan ini dan bahkan seringkali menjadi lupa waktu? Apakah saya memiliki keyakinan bahwa bila saya memilih usaha atau pekerjaan ini, maka keberhasilan hanyalah soal waktu? Apakah saya berangkat ke tempat kerja saya dengan hati riang dan bersiul-siul? Semakin banyak jawaban YA atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, itulah pilihan karier atau bisnis yang kita cintai.[aha]

* Andrias Harefa adalah seorang writer, trainer, speaker, pendiri Pembelajar.com dan penulis 30 buku laris.


***

~ edit by DeJaya Collection ~

Kapitalisme Dan Seleksi Alam Di Bidang Ekonomi

Karya : Harun Yahya

Istilah kapitalisme berarti kekuasaan ada di tangan kapital, sistem ekonomi bebas tanpa batas yang didasarkan pada keuntungan, di mana masyarakat bersaing dalam batasan-batasan ini. Terdapat tiga unsur penting dalam kapitalisme: pengutamaan kepentingan pribadi (individualisme), persaingan (kompetisi) dan pengerukan kuntungan. Individualisme penting dalam kapitalisme, sebab manusia melihat diri mereka sendiri bukanlah sebagai bagian dari masyarakat, akan tetapi sebagai 'individu-individu' yang sendirian dan harus berjuang sendirian untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.

Masyarakat kapitalis adalah arena di mana para individu berkompetisi satu sama lain dalam kondisi yang sangat sengit dan kasar. Ini adalah arena pertarungan sebagaimana yang dijelaskan Darwin, di mana yang kuat akan tetap hidup, sedangkan yang lemah dan tak berdaya akan terinjak dan termusnahkan, dan tempat di mana kompetisi yang sengit mendominasi.

Menurut cara berpikir yang dijadikan dasar berpijak kapitalisme, setiap individu dan ini dapat berupa seseorang, sebuah perusahaan atau suatu bangsa harus berjuang atau berperang hanya untuk kemajuan dan kepentingannya sendiri. Yang paling menentukan dalam peperangan ini adalah produksi. Para produsen yang paling unggul akan bertahan hidup, sedang yang lemah dan tidak mampu bersaing akan tersingkir dan mati.

Inilah sistem yang sedang berlaku, dan seolah tidak ada kepedulian bahwa mereka yang tersingkirkan dalam perjuangan sengit ini, mereka yang terinjak-injak dan jatuh ke jurang kemiskinan adalah manusia. Sebaliknya yang justru dianggap lebih penting bukanlah manusia, akan tetapi pertumbuhan ekonomi, dan barang-barang, yakni produk dari pertumbuhan ekonomi ini. Dengan sebab ini, mentalitas kapitalis tidak merasakan adanya tanggung jawab moral atau hati nurani atas orang-orang yang terinjak di bawah kaki mereka, dan yang harus hidup dengan berbagai kesulitan. Ini adalah Darwinisme yang diterapkan secara menyeluruh pada masyarakat di bidang ekonomi.

Dengan menyatakan perlunya mendorong kompetisi di berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan memaklumkan tidak perlunya memberikan kesempatan atau bantuan bagi masyarakat yang lemah di sektor apapun, baik kesehatan maupun ekonomi.

Para perumus Darwinisme Sosial terkemuka telah meletakkan dukungan 'filosofis' dan 'ilmiah' bagi kapitalisme.

Misalnya, menurut Tille, sosok terkemuka yang mewakili mentalitas kapitalis-Darwinis, menyatakan bahwa adalah kesalahan besar untuk mencegah kemiskinan dengan memberikan bantuan atau pertolongan bagi 'kelas-kelas yang tersingkirkan', sebab ini berarti ikut campur dalam proses seleksi alam yang mendorong berlangsungnya evolusi. (2)

Dalam pandangan Herbert Spencer, perumus terkemuka Darwiniwme Sosial, yang juga memasukkan prinsip-prinsip Darwinisme pada kehidupan masyarakat, jika seseorang itu miskin maka ini adalah kesalahannya; tak seorangpun berkewajiban menolong orang ini untuk bangkit (dari kemiskinannya). Jika seseorang itu kaya, bahkan jika ia telah mendapatkan kekayaannya melalui cara yang amoral, maka hal ini adalah karena kecakapannya. Oleh karena itu, orang yang kaya akan tetap bertahan hidup, sedangkan yang miskin akan tersingkirkan dan terhapuskan. Ini adalah pandangan yang telah hampir mendominasi secara keseluruhan pada masyarakat jaman sekarang, dan merupakan gambarang singkat tentang moralitas kapitalis-Darwinis.

Spencer, yang mendukung dan mempertahankan moralitas ini, mneyelesaikan karyanya berjudul Social Statistics pada tahun 1850, dan menolak semua sistem bantuan (untuk masyarakat) yang diusulkan oleh negara, antisipasi bagi perlindungan terhadap kesehatan, sekolah-sekolah negeri, dan vaksinasi wajib. Sebab menurut Darwiniwme Sosial, tatanan masyarakat terbentuk dari prinsip bahwa yang kuat akan tetap bertahan hidup. Pemberian bantuan dan pemberdayaan bagi masyarakat lemah dan menjadikan mereka tetap bertahan hidup adalah pelanggaran terhadap prinsip ini. Yang kaya tetap kaya dikarenakan mereka lebih mampu bertahan hidup; sebagian bangsa menjajah bangsa lain, sebab bangsa-bangsa penjajah ini lebih cerdas dan unggul. Spencer bersiteguh menerapkan doktrin ini: “Jika mereka benar-benar layak untuk hidup, mereka akan hidup, dan sudah sebaiknya jika mereka harus hidup. Jika mereka benar-benar layak untuk mati, mereka akan mati, dan adalah paling baik jika mereka harus mati.” (3)

Graham Sumner, Professor Ilmu Politik dan Sosial di Universitas Yale, adalah juru bicara Darwinisme Sosial di Amerika. Dalam salah satu tulisannya, ia merangkum pandangannya tentang masyarakat manusia sebagai berikut:

”Jika kita mengangkat seseorang ke atas kita harus memiliki tumpuan, yakni titik reaksi. Dalam masyarakat ini berarti bahwa untuk mengangkat seseorang ke atas maka kita harus mendorong yang seseorang yang lain ke bawah.”

Richard Milner, editor senior pada Majalah Natural History terbitan American Museum of Natural History, New York, menulis: Salah satu juru bicara terkemuka Darwinisme Sosial, William Graham Sumner dari Princeton, berpandangan bahwa kaum jutawan adalah individu-individu yang paling mampu (bertahan hidup) dalam masyarakat dan berhak mendapatkan hak-hak istimewa. Mereka 'secara alamiah telah terseleksi di arena kompetisi'.

Sebagaimana telah kita ketahui dari pernyataan-pernyataan ini, para Darwinis sosial menggunakan teori evolusi Darwin sebagai pernyataan 'ilmiah' bagi masyarakat kapitalis. Akibat dari hal ini, masyarakat telah kehilangan ajaran-ajaran yang telah dibawa oleh agama seperti saling tolong-menolong, kedermawanan, dan kerjasama; sebaliknya semua ini telah tergantikan oleh sifat mementingkan diri sendiri, kikir dan oportunisme.

Menurut perumus terkemuka Darwinisme sosial, Profesor E.A. Ross asal Amerika, ”Bantuan kemanusiaan oleh kaum Kristiani sebagai sarana beramal baik telah memunculkan tempat berlindung di mana orang-orang sangat idiot tumbuh dan berkembang biak.” Lagi menurut Ross, ”Negara mengumpulkan orang-orang bisu dan tuli di tempat-tempat penampungannya, dan ras bisu dan tuli sedang dalam proses pembentukan.” Ross menolak semua ini karena dianggap mencegah berlangsungnya proses evolusi di alam.

Begitulah, Darwinisme telah meletakkan landasan filosofis bagi semua sistem ekonomi kapitalis di dunia dan sistem politik yang dibentuk oleh sistem ekonomi ini.

Tidak mengherankan jika para pendukung utama Darwinisme Sosial adalah para pemilik kapital. Kemunculan yang kuat dengan menginjak-injak yang lemah dan dengan meyakini kebijakan ekonomi yang sangat jauh dari rasa belas kasih, tolong-menolong dan cinta sesama tidak lagi menjadi sesuatu yang terkutuk. Sebab perilaku seperti ini dianggap sebagai sejalan dengan 'penjelasan ilmiah' dan 'hukum alam', yakni evolusi.

Menurut Richard Hofstadter, penulis buku Social Darwinism in American Thought, juragan perkeretaapian, Chauncey Depew mengatakan bahwa “orang-orang yang memiliki ketenaran, keberuntungan dan kekuasaan di kota New York mewakili mereka yang paling kuat dan layak untuk tetap bertahan hidup, melalui kecakapan mereka yang unggul, kemampuan berpikir ke depan dan kemampuan beradaptasi”.

Baron kereta api yang lain, James J. Hill, mengatakan bahwa “keberuntungan perusahaan-perusahaan perkeretaapian ditentukan oleh hukum kemampuan bertahan hidup bagi yang layak dan kuat.”

Dalam biografinya, Andrew Carnegie, seorang pemilik kapital utama di Amerika, menyatakan kepercayaannya pada evolusi dengan perkataannya, “Saya telah menemukan kebenaran evolusi.” (4) Dalam bagian lain ia menuliskan perkataan ini:

(Hukum kompetisi) itu ada di sini; kita tidak dapat menghindarinya; tak ada penjelasan lain yang telah ditemukan untuk menggantikannya; dan kendatipun hukum ini mungkin terkadang terasa berat bagi individu, namun inilah yang terbaik bagi sekelompok ras, sebab hal ini menjamin kelangsungan bertahan hidup bagi yang paling layak di semua aspek (kehidupan).

Dalam artikel Darwin’s Three Mistakes, ilmuwan evolusioner Kenneth J. Hsü, membongkar pemikiran Darwinis kaum kapitalis Amerika, termasuk pernyataan Rockefeller yang menyatakan bahwa, “pertumbuhan bisnis besar hanyalah sekedar [tentang kemampuan] individu yang kuat [untuk] tetap bertahan hidup; [hal] tersebut hanyalah cara kerja hukum alam.” (5)

Sungguh sangat menarik bahwa di Amerika, lembaga-lembaga seperti Rockefeller Foundation dan the Carnegie Institution, yang didanai oleh para raja kapitalis seperti Rockefeller dan Carnegie, memberikan bantuan dana yang cukup besar untuk penelitian di bidang evolusi.

Sebagaimana telah dipahami dari apa yang telah diuraikan, kapitalisme telah menyeret manusia untuk menyembah hanya uang dan kekuatan yang bersumber dari uang. Dengan menganggap segala ajaran agama dan etika sebagai sesuatu yang tidak bermakna, masyarakat yang terpengaruh oleh gagasan evolusi mulai lebih mementingkan peranan dan kekuatan yang bersifat materi, dan terseret menjauhi perasaan seperti cinta, kasih sayang dan pengorbanan.

Moralitas kapitalis ini telah menjadi sangat berpengaruh hampir di seluruh masyarakat masa kini. Dengan dalih ini, kaum miskin, lemah dan tak berdaya tidak diberikan bantuan serta perlindungan. Bahkan jika mereka terjangkiti penyakit parah dan mematikan, mereka tidak mampu mendapatkan siapa saja yang dapat membantu mengobati. Kaum papa diterlantarkan begitu saja dengan penyakitnya hingga meninggal. Di banyak negara, berbagai kedzaliman dan tindakan tak manusiawi seperti pemaksaan anak-anak secara kasar untuk bekerja dan perampasan hak-hak sosial sangatlah sering dijumpai.

Saat ini, alasan mengapa bangsa-bangsa seperti Ethiopia terjerembab dalam kekeringan dan kelaparan adalah dominasi moral kapitalis ini. Kendatipun bantuan dari banyak negara mampu untuk menyelamatkan orang-orang yang kelaparan ini, namun mereka diterlantarkan kelaparan dan miskin begitu saja.


--------------------------------------------------------------------------------
(1) Seorang pendukung teori evolusi dalam bukunya The Moral Animal, Robert Wright, mengulas secara singkat tentang pengertian Darwinisme Sosial serta bencana kemanusiaan akibat munculnya teori evolusi, bahwa:
”Tidak dapat dipungkiri, teori evolusi memiliki sejarah panjang yang kelam dalam penerapannya pada hubungan antar manusia. Setelah bercampur dengan filsafat politik di sekitar peralihan abad ini, untuk membentuk ideologi yang tidak jelas, yang dikenal dengan ‘Darwinisme Sosial’, ideologi ini digunakan oleh kaum rasis, fasis dan kapitalis yang tidak memiliki hati nurani.” (Robert Wright, The Moral Animal, Vintage Books, New York, 1994, p.7)

(2) Alaeddin Senel, Irk ve Irkcilik Dusuncesi (The Idea of Race and Racism), Ankara: Belem ve Sanat Yayinlari, 1993, p. 61.

(3) Herbert Spencer, Social Status, 1850, p. 414-415.

(4) Andrew Carnegie, Autobiography, Boston 1920, p327, cited in Richard Hlfstadter, Social Darwinism in American Thought, Boston, Beacon Press, 1955, p. 45.

(5) Kenneth J. Hsü, ‘Darwin Three Mistakes’, Geology, vol. 14, June 1986, p. 534.

*Sumber : www.harunyahya.com


***

~ edit by DeJaya Collection ~

UKURAN KAYA

Ditulis oleh: Andrias Harefa

”Untuk memulai perjalanan menuju suatu tempat, Anda sebaiknya tahu di mana posisi Anda saat ini.” ~ Pandir Karya ~

”Seberapa kaya Anda sekarang?” tanya saya kepada sejumlah kawan.

”Cukup kaya untuk ukuranku,” kata Iin.

”Masih jauh dari kaya,” jawab Toni.

”Tergantung definisi kaya itu apa dulu,” kata Herlina.

”Yah, sedang-sedang saja,” ujar Didi

. ”Kalau tabungan sepuluh jutaan sih punya,” jelas Diah.

”Dibanding Ciputra aku miskin banget,” kata Rudy.

”Di antara kawan-kawan se-SMA dulu, aku paling kaya,” gagas Yuyun.

”Sedikit lebih kaya dibandingkan ayahku ketika seusiaku,” ujar Lilik.

”Aku sih nggak kaya, tapi suamiku yang kaya,” papar Dewi.

”Cukuplah untuk hidup tanpa bekerja 20 tahun ke depan,” kata Indra.

***

Seorang perempuan dengan tinggi badan 170cm, bisa diterima umum kalau disebut ”tinggi”. Sementara seorang lelaki bisa dianggap ”tinggi” kalau ukurannya 175cm ke atas, itu kalau di Indonesia. Di Amerika Utara, Eropa Barat, Afrika Selatan, atau di Asia Timur boleh jadi patokan untuk disebut berbadan tinggi itu berbeda lagi angkanya. Jadi yang disebut ”berbadan tinggi” meski sudah terukur secara kuantitatif, tetap saja bisa dianggap relatif (tidak mutlak pasti sama 100 persen). Paling tidak batas minimum untuk disebut ”tinggi” itu masih bervariasi antar wilayah di berbagai belahan dunia ini.

Hal yang sama berlaku bila kita berbicara soal ”orang kaya”. Pengertian ”kaya” menjadi sangat relatif, kecuali kita sepakat menetapkan suatu ukuran kuantitatif sebagai kriteria atau indikator utama untuk menilai. Misalnya, kita bisa menggunakan jumlah penghasilan tahunan untuk menentukan kaya tidaknya seseorang. Dengan indikator ini, data yang pernah dikutip Handi Irawan cukup menarik untuk disimak. Sebab Konsultan Pemasaran terkemuka yang sukses mengembangkan Frontier Consulting Group itu menunjukkan data bahwa 85 persen penduduk dunia mengumpulkan penghasilan tahunan sekitar Rp 21.820.000,- (atau Rp 59.800,- per hari). Mereka yang berpenghasilan di atas Rp 254 juta per tahun (atau 695.000,- per hari), sudah termasuk dalam kelompok top 10 persen. Jika penghasilan per tahunnya naik menjadi Rp 337 juta (atau Rp 923.300,- per hari), maka orang tersebut akan masuk kelompok 5 persen yang teratas. Dan hanya sekitar 1 persen penduduk dunia yang mampu mengumpulkan penghasilan di atas Rp 475 juta per tahun (atau Rp 1.301.400,- per hari).

Jika jumlah penghasilan tahunan hendak kita jadikan indikator untuk menentukan kaya tidaknya seseorang, maka angka manakah yang akan kita pergunakan sebagai penghasilan minimum dari mereka yang kita kelompokkan sebagai ”orang kaya”? Lalu, berdasarkan angka tersebut, seberapa kayakah Anda (dan saya)?

Jumlah penghasilan tahunan bisa membantu kita mengukur seberapa kaya diri kita sekarang ini. Namun, jika indikatornya menggunakan jumlah dana likuid yang dimiliki—yakni dana yang mudah dicairkan seperti tabungan, deposito, dan produk perbankan lainnya—maka orang dengan penghasilan tinggi belum tentu pantas di sebuat ”kaya”. Sebab, jika penghasilan yang tinggi habis dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup mewah, atau untuk membantu sanak saudara yang banyak jumlahnya, atau habis untuk biaya pengobatan penyakit tertentu, maka jumlah dana likuid yang benar-benar tersimpan di bank boleh jadi tak terlalu besar.

Dalam hal ini, jika kita menyimak data-data yang sering disampaikan para praktisi perbankan, terutama yang menangani wealth management, sering disebutkan bahwa Indonesia saat ini memiliki sekitar 200.000 orang pemilik dana likuid di atas Rp 1 miliar (kurang dari 0,1 persen dari total penduduk yang 220 juta jiwa). Dari jumlah tersebut, sekitar 40.000 di antaranya memiliki dana likuid lebih dari Rp 5 miliar (kurang dari 0,02 persen penduduk). Dan 10.000 di antaranya bahkan memiliki dana likuid di perbankan di atas Rp 10 miliar (kurang dari 0,005 persen penduduk).

Jadi, jika dilihat dari dana likuid yang kita miliki, maka seberapa kayakah Anda sekarang ini?

Selanjutnya, pada tingkat internasional, sejumlah literatur biasanya mendefinisikan orang kaya sebagai orang yang memiliki harta kekayaan bersih—bukan dana likuid—senilai minimum US $ 1 juta, atau sekitar Rp 9-10 miliar. Dengan indikator ini, lebih dari 10.000 orang Indonesia termasuk dalam kelompok orang kaya dunia (total jumlahnya 7,7 juta dari 6 miliar penduduk bumi).

Ketiga indikator di atas, yakni jumlah penghasilan, jumlah dana likuid yang dimiliki, atau jumlah harta kekayaan bersih, memang bisa dipergunakan untuk menilai seberapa dekat atau seberapa jauh kita (Anda) dari kriteria untuk disebut sebagai ”orang kaya”. Dan berdasarkan pemahaman terhadap posisi kita hari ini, bisa dipikirkan kemudian strategi yang bagaimana yang perlu ditempuh untuk meraih kekayaan yang dicita-citakan.

Namun demikian, masih ada cara lain yang mungkin lebih menarik untuk kita gunakan mengukur seberapa kaya diri kita (Anda) sekarang ini. Cara ini dipergunakan oleh Stanley dan Danko, penulis buku laris The Millionaire Next Door. Dengan menggunakan faktor umur, jumlah penghasilan tahunan, dan jumlah kekayaan bersih, kedua peneliti kaum kaya Amerika itu memberikan petunjuk dengan ”rumus” berikut:

Kalikan Usia Anda dengan Penghasilan Tahunan sebelum Pajak dari semua sumber, kecuali warisan. Bagi dengan sepuluh. Angka ini, dikurangi kekayaan karena warisan, adalah kekayaan bersih yang seharusnya sudah Anda kumpulkan/miliki saat ini.

Misalnya, Indra berusia 40 tahun, berpenghasilan kotor Rp 100 juta per tahun—jumlah ini termasuk gaji, THR, bonus, bunga deposito, pendek kata semuanya. Jumlah harta kekayaan bersih Indra seharusnya adalah (40 x Rp 100 juta) dibagi 10 = Rp 400 juta. Atau bila Dewi berpenghasilan kotor Rp 80 juta per tahun, dan usianya 35 tahun, maka harta kekayaan bersih yang seharusnya dimiliki Dewi adalah (35 x Rp 80 juta) dibagi 10 = Rp 280 juta. Kekayaan bersih itu sendiri dihitung dengan menjumlah total aset (seluruh harta benda) di kurangi total hutang.

Dengan rumus di atas, apabila jumlah harta kekayaan bersih kita sekitar angka yang seharusnya, maka kita dianggap Average Accumulator of Wealth (Pengumpul Kekayaan Rata-rata). Jika harta kekayaan bersih kita dibawah angka yang seharusnya, maka kita dikelompokkan sebagai Under Accumulator of Wealth (Pengumpul Kekayaan yang Bodoh). Sementara jika harta kekayaan bersih kita ternyata jauh di atas angka yang seharusnya—setidaknya dua kali lipat dari itu—maka kita akan disebut sebagai Predigious Accumulator of Wealth (Pengumpul Kekayaan yang Luar Biasa).

Jadi, bisakah Anda mengukur seberapa kaya Anda sekarang?[aha]

* Andrias Harefa adalah seorang motivator, trainer, dan penulis 30 buku laris. Ia dapat dihubungi di: aharefa@cbn.net.id.


***

~ edit by DeJaya Collection ~

Nikmati Indahnya Kehidupan Setiap Hari

Ditulis oleh: Andrew Ho

“Life is not be endured, but to be enjoyed. –
Hidup tidak untuk dipikul, tetapi untuk dinikmati.”
~Hubert H. Humphrey, mantan wakil presiden & senator Amerika~

Setiap hari adalah hari yang sangat indah dan istimewa, di mana pun kita berada dan apa pun yang kita kerjakan. Kehidupan sehari-hari yang indah dan bisa kita nikmati tidak selalu terlihat cantik dan menyenangkan. Karena kehidupan kita ini adalah sebuah proses, yang penuh dengan dinamika, ketidakpastian, perubahan, dan pencobaan dalam bentuk suka maupun duka.

Dikisahkan tentang sebuah fenomena seorang wanita, sebut saja Susi. Wanita tersebut berlibur bersama suaminya, Hidayat, ke Australia. Susi sangat tertarik pada sebuah baju yang indah terbuat dari bulu biri-biri. Ia pun membeli baju tersebut dan merencanakan akan mengenakan baju itu bila putri sulungnya diwisuda tahun depan. Baju indah itu pun selalu terbalut plastik dan tergantung rapi di dalam lemari.

Susi sangat bergairah menunggu saat menghadiri acara wisuda itu. Tetapi ternyata Ia mengalami kecelakaan 6 bulan sebelumnya. Susi terluka sangat parah, dan meninggal dunia saat itu juga. Baju indah itu pun tidak akan pernah dikenakan Susi, dan hari istimewa itu juga tidak akan pernah ada untuknya.

Kejadian tersebut adalah ilustrasi mengapa kita jangan berhenti dan memikirkan satu tujuan saja. Karena sebenarnya kita dapat menikmati setiap detik, menit atau setiap proses perjuangan sebelum berhasil mencapai tujuan. Saya mempunyai tiga tips sederhana supaya kita dapat menikmati indahnya kehidupan setiap hari.

Langkah pertama adalah mengerahkan seluruh kemampuan dan kekuatan kita untuk memilih. Menciptakan pilihan itu sangat penting, karena apa yang kita hadapi saat ini merupakan hasil dari pilihan kita di masa yang lalu. “The history of free men is never written by chance, but by choice. – Sejarah seorang manusia merdeka tidak pernah tercipta secara kebetulan, melainkan tercipta karena pilihan mereka sendiri,” kata Dwight D. Eisenhower.

Pilihan dan kemauan merupakan anugerah istimewa sebagai manusia. Bila kita sudah mampu menciptakan pilihan, berarti kita sudah memiliki kendali terhadap arah kehidupan dan menjadi tanggap akan apa yang harus kita kerjakan. Ketika kita memilih untuk selalu berpikir dan bersikap positif dalam memulai dan menyelesaikan tanggung jawab sehari-hari walau apa pun yang terjadi, berarti kita sudah memilih hari kita istimewa setiap hari.

Langkah kedua adalah menempatkan prioritas. Untuk itu kita harus sering-sering bertanya kepada diri sendiri, “Apa yang paling penting saya kerjakan hari ini? Apa yang harus saya selesaikan hari ini?” Bila Anda selalu dapat menciptakan dan menjalankan prioritas dengan baik maka hal itu akan menjamin hari-hari Anda istimewa.

Setelah menempatkan prioritas, pastikan Anda fokus pada hari ini. Kita memang memerlukan target jangka panjang, tetapi kita harus berfokus pada hari ini. Selesaikan tugas hari ini hingga tuntas. Jika Anda berusaha menunda, maka tugas-tugas yang harus Anda selesaikan akan kian menumpuk dari hari ke hari. Penyelesaikan tugas pada hari ini maka akan berdampak pada penyelesaian tugas jangka panjang juga. Dengan melakukan apa yang terbaik pada hari ini, berarti Anda menjadikan hari ini istimewa.

Selain menggunakan ketiga tips tersebut setiap hari, milikilah rasa syukur dan kesadaran bahwa segala sesuatu yang kita temui setiap hari adalah hadiah (“present”) teristimewa dari Tuhan YME. Sebab tidak semua manusia mendapatkan anugerah kehidupan pada hari yang sedang kita rasakan saat ini. Lagipula, sebenarnya keindahan dan kenikmatan hidup hanya ada di dalam hati, tanpa harus dimengerti oleh pikiran kita. Bila Anda sudah memiliki rasa syukur dan kesadaran tersebut, maka hari-hari Anda akan jauh lebih menyenangkan.

Bila kehidupan kita saat ini mungkin masih nampak sebagai sesuatu yang mengecewakan dan tidak sempurna, tidak pernah ada kata terlambat menjadikan hari-hari kita selalu istimewa dan menyenangkan. “Tidak pernah terlambat untuk menjadi apa yang mungkin Anda capai,” kata George Elliot. Cobalah untuk melaksanakan langkah-langkah seperti yang saya uraikan di atas, sekedar untuk memastikan Anda pun bisa menikmati kehidupan ini setiap hari.

* Andrew Ho dapat dihubungi melalui email: andrewhosc@hotmail.com.


***

~ edit by DeJaya Collection ~

Sukses adalah Pilihan Hidup

Ditulis oleh: Andrew Ho

“Kebebasan berarti memilih beban Anda.” Eudora Welty

Suatu hari anak saya memilih beberapa jenis permainan puzzle, semacam permainan menggabung-gabungkan potongan-potongan gambar. Anak saya kemudian memilih jenis puzzle yang terdiri dari 1.000 keping potongan gambar. Setelah menentukan pilihan, mulailah ia melaksanakan langkah-langkah menyusun keping demi keping puzzle.

Rupanya ia mempunyai strategi menyusun kepingan-kepingan gambar itu. Mula-mula ia membuat kerangka gambar. Kemudian ia mengelompokkan kepingan-kepingan itu berdasarkan warnanya. setelah itu barulah ia menyusun atau meletakkan kepingan-kepingan tersebut pada tempat yang semestinya.

Semakin banyak kepingan permainan itu, maka akan semakin sulit dikerjakan. Sebenarnya ia bisa saja memilih jenis permainan puzzle yang terdiri dari 5 keping, 6, keping dan seterusnya. Tetapi anak saya sengaja memilih permainan yang terdiri dari ribuan keping. Ia beralasan bahwa semakin sulit permainan akan menghasilkan gambar yang lebih berwarna, bernuansa indah, dan lain sebagainya.

Selain memperhatikan anak saya bekerja menyusun potongan gambar itu, saya juga sibuk berpikir. Jika tanggung jawab hidup semakin besar, mungkin kehidupan ini terasa lebih berat. Namun bila tanggung jawab tersebut dapat diselesaikan dengan baik, maka kehidupan inipun akan terasa lebih berarti, menyenangkan, berwarna dan nikmat.

Hakekat pencapaian kesuksesanpun tidak berbeda. Sama seperti yang dikatakan oleh Dwight D. Eisenhower. “The history of free men is never written by chance but by choice, their choice. – Sejarah seorang manusia merdeka tidak pernah tercipta secara kebetulan, melainkan tercipta karena pilihan mereka sendiri,” katanya. Hakekat kesuksesan adalah pilihan kita sendiri.

Terserah diri kita, akan memilih tanggung jawab hidup yang lebih besar ataukah sedikit? Jika mengambil tanggung jawab yang besar, maka kehidupan akan terasa lebih sulit tetapi mendapatkan nilai hidup yang lebih besar. Apakah kita ingin mendapatkan kehidupan yang sukses dan berharga? Jika Anda benar-benar menginginkannya, ada empat tanggung jawab yang paling mendasar dan menjamin keberhasilan Anda.

Tanggung jawab yang pertama adalah bersikap jujur. Orang-orang yang tulus dan jujur sangat mudah meraih kesuksesan bagi dirinya sendiri sekaligus orang lain. Mengapa demikian? Karena sikap jujur menjadikan kita mudah dipercaya orang lain. Selain itu, kita juga akan semakin percaya diri berusaha mencapai sukses di masa depan. Sebuah pepatah bijak mengatakan, “Confidence is the companion of success. – Percaya diri merupakan pasangan dari kesuksesan.”

Tanggung jawab selanjutnya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih sukses dan bermakna adalah kemauan untuk berbagi dengan orang lain. Sadari satu prinsip bahwa ‘you reap what you sow’ – Anda akan memanen apa yang Anda tanam. Jika Anda memilih untuk hidup lebih sukses, maka jangan pernah membiarkan diri Anda pelit untuk berbagi dengan sesama.

“False happiness renders men stern and proud, and that happiness is never communicated. True happiness renders kind and sensible, and that happiness is always shared. – Kebahagiaan semu cenderung menjadikan seseorang kejam dan sombong, dan kebahagiaan seperti itu tidak akan pernah berarti. Kebahagiaan yang sesungguhnya menjadikan seseorang baik hati dan peka, dan kebahagiaan seperti itu yang akan sangat berharga dan bermakna tidak saja untuk diri sendiri,” kata Charles de Montesquieu.

Jika Anda berkeras untuk memilih kehidupan yang lebih sukses, maka tanggung jawab yang harus Anda laksanakan berikutnya adalah giat bekerja. Sejarah lebih banyak membeberkan fakta bahwa upaya yang bersungguh-sungguh selalu mewarnai dinamika kehidupan mayoritas orang-orang sukses di dunia ini. Bila Anda berkomitmen untuk bekerja keras berarti Anda sudah memastikan pada pilihan kehidupan yang lebih sukses.

Giat dalam arti mengerjakan pekerjaan yang benar, bukan pekerjaan yang kita sukai. Socrates mengatakan bahwa sesuatu yang sangat berharga bukan hal yang hanya bisa kita gunakan untuk hidup, melainkan untuk hidup dengan benar. “What most counts is not to live, but to live aright,” katanya. Bila Anda memilih untuk melakukan hal-hal yang benar, berarti Anda sudah memilih kehidupan yang sukses dan penuh integritas.

Sukses atau gagal adalah hasil dari apa yang kita pilih. “Events, circumstances, etc., have their origin in ourselves. They spring from seeds which we have sown. – Setiap kejadian, keadaan yang sedang kita alami, dan lain sebaginya…, kembali kepada diri kita sendiri. Semua itu berasal dari benih yang sudah kita tanam,” kata Henry David Thoreau. Apakah Anda memilih untuk hidup sukses, bahagia, dan bermakna dengan melaksanakan tanggung jawab seperti yang diuraikan diatas, ataukah sebaliknya? Semua pilihan ada di tangan Anda sendiri.

* Andrew Ho adalah penulis buku-buku best seller, seorang motivator, dan pengusaha.


***

~ edit by DeJaya Collection ~

Hikmah Kematian (the Lessons From Death)

Karya : Harun Yahya

Kehidupan berlangsung tanpa disadari dari detik ke detik. Apakah anda tidak menyadari bahwa hari-hari yang anda lewati justru semakin mendekatkan anda kepada kematian sebagaimana juga yang berlaku bagi orang lain?

Seperti yang tercantum dalam ayat, "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan." (QS. 29:57) tiap orang yang pernah hidup di muka bumi ini ditakdirkan untuk mati. Tanpa kecuali, mereka semua akan mati, tiap orang. Saat ini, kita tidak pernah menemukan jejak orang-orang yang telah meninggal dunia. Mereka yang saat ini masih hidup dan mereka yang akan hidup juga akan menghadapi kematian pada hari yang telah ditentukan. Walaupun demikian, masyarakat pada umumnya cenderung melihat kematian sebagai suatu peristiwa yang terjadi secara kebetulan saja.

Coba renungkan seorang bayi yang baru saja membuka matanya di dunia ini dengan seseorang yang sedang mengalami sakaratul maut. Keduanya sama sekali tidak berkuasa terhadap kelahiran dan kematian mereka. Hanya Allah yang memiliki kuasa untuk memberikan nafas bagi kehidupan atau untuk mengambilnya.

Semua makhluk hidup akan hidup sampai suatu hari yang telah ditentukan dan kemudian mati; Allah menjelaskan dalam Quran tentang prilaku manusia pada umumnya terhadap kematian dalam ayat berikut ini:

Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." (QS. 62:8)

Kebanyakan orang menghindari untuk berpikir tentang kematian. Dalam kehidupan modern ini, seseorang biasanya menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang sangat bertolak belakang [dengan kematian]; mereka berpikir tentang: di mana mereka akan kuliah, di perusahaan mana mereka akan bekerja, baju apa yang akan mereka gunakan besok pagi, apa yang akan dimasak untuk makan malam nanti, hal-hal ini merupakan persoalan-persoalan penting yang sering kita pikirkan.

Kehidupan diartikan sebagai sebuah proses kebiasaan yang dilakukan sehari-hari. Pembicaraan tentang kematian sering dicela oleh mereka yang merasa tidak nyaman mendengarnya. Mereka menganggap bahwa kematian hanya akan terjadi ketika seseorang telah lanjut usia, seseorang tidak ingin memikirkan tentang kematian dirinya yang tidak menyenangkannya ini. Sekalipun begitu ingatlah selalu, tidak ada yang menjamin bahwa seseorang akan hidup dalam satu jam berikutnya. Tiap hari, orang-orang menyaksikan kematian orang lain di sekitarnya tetapi tidak memikirkan tentang hari ketika orang lain menyaksikan kematian dirinya. Ia tidak mengira bahwa kematian itu sedang menunggunya!

Ketika kematian dialami oleh seorang manusia, semua 'kenyataan' dalam hidup tiba-tiba lenyap. Tidak ada lagi kenangan akan 'hari-hari indah' di dunia ini. Renungkanlah segala sesuatu yang anda dapat lakukan saat ini: anda dapat mengedipkan mata anda, menggerakkan badan anda, berbicara, tertawa; semua ini merupakan fungsi tubuh anda. Sekarang renungkan bagaimana keadaan dan bentuk tubuh anda setelah anda mati nanti.

Dimulai saat anda menghembuskan napas untuk yang terakhir kalinya, anda tidak ada apa-apanya lagi selain 'seonggok daging'. Tubuh anda yang diam dan terbujur kaku, akan dibawa ke kamar mayat. Di sana, ia akan dimandikan untuk yang terakhir kalinya. Dengan dibungkus kain kafan, jenazah anda akan di bawa ke kuburan dalam sebuah peti mati. Sesudah jenazah anda dimasukkan ke dalam liang lahat, maka tanah akan menutupi anda. Ini adalah kesudahan cerita anda. Mulai saat ini, anda hanyalah seseorang yang namanya terukir pada batu nisan di kuburan.

Selama bulan-bulan atau tahun-tahun pertama, kuburan anda sering dikunjungi. Seiring dengan berlalunya waktu, hanya sedikit orang yang datang. Beberapa tahun kemudian, tidak seorang pun yang datang mengunjungi.

Sementara itu, keluarga dekat anda akan mengalami kehidupan yang berbeda yang disebabkan oleh kematian anda. Di rumah, ruang dan tempat tidur anda akan kosong. Setelah pemakaman, sebagian barang-barang milik anda akan disimpan di rumah: baju, sepatu, dan lain-lain yang dulu menjadi milik anda akan diberikan kepada mereka yang memerlukannya. Berkas-berkas anda di kantor akan dibuang atau diarsipkan. Selama tahun-tahun pertama, beberapa orang masih berkabung akan kepergian anda. Namun, waktu akan mempengaruhi ingatan-ingatan mereka terhadap masa lalu. Empat atau lima dasawarsa kemudian, hanya sedikit orang saja yang masih mengenang anda. Tak lama lagi, generasi baru muncul dan tidak seorang pun dari generasi anda yang masih hidup di muka bumi ini. Apakah anda diingat orang atau tidak, hal tersebut tidak ada gunanya bagi anda.

Sementara semua hal ini terjadi di dunia, jenazah yang ditimbun tanah akan mengalami proses pembusukan yang cepat. Segera setelah anda dimakamkan, maka bakteri-bakteri dan serangga-serangga berkembang biak pada mayat tersebut; hal tersebut terjadi dikarenakan ketiadaan oksigen. Gas yang dilepaskan oleh jasad renik ini mengakibatkan tubuh jenazah menggembung, mulai dari daerah perut, yang mengubah bentuk dan rupanya. Buih-buih darah akan meletup dari mulut dan hidung dikarenakan tekanan gas yang terjadi di sekitar diafragma. Selagi proses ini berlangsung, rambut, kuku, tapak kaki, dan tangan akan terlepas.

Seiring dengan terjadinya perubahan di luar tubuh, organ tubuh bagian dalam seperti paru-paru, jantung dan hati juga membusuk. Sementara itu, pemandangan yang paling mengerikan terjadi di sekitar perut, ketika kulit tidak dapat lagi menahan tekanan gas dan tiba-tiba pecah, menyebarkan bau menjijikkan yang tak tertahankan. Mulai dari tengkorak, otot-otot akan terlepas dari tempatnya. Kulit dan jaringan lembut lainnya akan tercerai berai. Otak juga akan membusuk dan tampak seperti tanah liat. Semua proses ini berlangsung sehingga seluruh tubuh menjadi kerangka.

Tidak ada kesempatan untuk kembali kepada kehidupan yang sebelumnya. Berkumpul bersama keluarga di meja makan, bersosialisasi atau memiliki pekerjaan yang terhormat; semuanya tidak akan mungkin terjadi.

Singkatnya, 'onggokkan daging dan tulang' yang tadinya dapat dikenali; mengalami akhir yang menjijikkan. Di lain pihak, anda atau lebih tepatnya, 'jiwa anda' akan meninggalkan tubuh ini segera setelah nafas anda berakhir. Sedangkan sisa dari anda 'tubuh anda' akan menjadi bagian dari tanah.

Ya, tetapi apa alasan semua hal ini terjadi?

Seandainya Allah ingin, tubuh ini dapat saja tidak membusuk seperti kejadian di atas. Tetapi hal ini justru menyimpan suatu pesan tersembunyi yang sangat penting

Akhir kehidupan yang sangat dahsyat yang menunggu manusia; seharusnya menyadarkan dirinya bahwa ia bukanlah hanya tubuh semata, melainkan jiwa yang 'dibungkus' dalam tubuh. Dengan lain perkataan, manusia harus menyadari bahwa ia memiliki suatu eksistensi di luar tubuhnya. Selain itu, manusia harus paham akan kematian tubuhnya - yang ia coba untuk miliki seakan-akan ia akan hidup selamanya di dunia yang sementara ini -. Tubuh yang dianggapnya sangat penting ini, akan membusuk serta menjadi makanan cacing suatu hari nanti dan berakhir menjadi kerangka. Mungkin saja hal tersebut segera terjadi.

Walaupun setelah melihat kenyataan-kenyataan ini, ternyata mental manusia cenderung untuk tidak peduli terhadap hal-hal yang tidak disukai atau diingininya. Bahkan ia cenderung untuk menafikan eksistensi sesuatu yang ia hindari pertemuannya. Kecenderungan seperti ini tampak terlihat jelas sekali ketika membicarakan kematian. Hanya pemakaman atau kematian tiba-tiba keluarga dekat sajalah yang dapat mengingatkannya [akan kematian]. Kebanyakan orang melihat kematian itu jauh dari diri mereka. Asumsi yang menyatakan bahwa mereka yang mati pada saat sedang tidur atau karena kecelakaan merupakan orang lain; dan apa yang mereka [yang mati] alami tidak akan menimpa diri mereka! Semua orang berpikiran, belum saatnya mati dan mereka selalu berpikir selalu masih ada hari esok untuk hidup.

Bahkan mungkin saja, orang yang meninggal dalam perjalanannya ke sekolah atau terburu-buru untuk menghadiri rapat di kantornya juga berpikiran serupa. Tidak pernah terpikirkan oleh mereka bahwa koran esok hari akan memberitakan kematian mereka. Sangat mungkin, selagi anda membaca artikel ini, anda berharap untuk tidak meninggal setelah anda menyelesaikan membacanya atau bahkan menghibur kemungkinan tersebut terjadi. Mungkin anda merasa bahwa saat ini belum waktunya mati karena masih banyak hal-hal yang harus diselesaikan. Namun demikian, hal ini hanyalah alasan untuk menghindari kematian dan usaha-usaha seperti ini hanyalah hal yang sia-sia untuk menghindarinya:

Katakanlah: "Lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kamu terhindar dari kematian) kamu tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali sebentar saja." (QS. 33:16)

Manusia yang diciptakan seorang diri haruslah waspada bahwa ia juga akan mati seorang diri. Namun selama hidupnya, ia hampir selalu hidup untuk memenuhi segala keinginannya. Tujuan utamanya dalam hidup adalah untuk memenuhi hawa nafsunya. Namun, tidak seorang pun dapat membawa harta bendanya ke dalam kuburan. Jenazah dikuburkan hanya dengan dibungkus kain kafan yang dibuat dari bahan yang murah. Tubuh datang ke dunia ini seorang diri dan pergi darinya pun dengan cara yang sama. Modal yang dapat di bawa seseorang ketika mati hanyalah amal-amalnya saja.

*Sumber : www.harunyahya.com

***


Bila Waktu Tlah Berakhir
Album : Istighfar
Vokal : Opick


bagaimana kau merasa bangga
akan dunia yang sementara
bagaimanakah bila semua hilang dan pergi
meninggalkan dirimu


bagaimanakah bila saatnya
waktu terhenti tak kau sadari
masihkah ada jalan bagimu untuk kembali
mengulangkan masa lalu


dunia dipenuhi dengan hiasan
semua dan segala yang ada akan
kembali padaNya


bila waktu tlah memanggil
teman sejati hanyalah amal
bila waktu telah terhenti
teman sejati tingallah sepi


***

~ edit by DeJaya Collection ~
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
DeJaya Collection |Produksi : Bandung | Lokasi Stok: Cikarang-Bekasi | Phone: 021 - 995 75 669 | Email: dejayacollection@yahoo.com |